Berbagai macam niat pasti selalu ada di hati setiap orang yang telah memiliki rencana kuliah atau sedang melanjutkan kuliah, apakah itu niat untuk menambah wawasan, niat untuk memperdalam ilmu dan mampu menganalisa sesuatu dengan menggunakan teori yang dipelajari di bangku perkuliahan atau hanya sekedar untuk mendapatkan ijazah. Apapun niatnya, zaman kontemporer saat ini jika ingin mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan ternama pasti akan selalu ada persayaratan ijazah di dalamnya, jika tidak pihak perusahaan akan mudah mengeliminasi pihak pelamar kerja yang tidak memenuhi persyaratan dengan lengkap.Namun walaupun demikian, kesuksesan itu ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh selembar ijazah, beberapa orang pendahulu kita mampu menjadi orang sukses walaupun tanpa ijazah. Ada
modal lain yang lebih penting ketimbang sebuah kertas yang bernamakan ijazah...:). Kira kira modal selain ijazah itu relevan ga ya dengan kondisi kontemporer saat ini untuk mencapai kesuksesan? Silahkan dijawab sendiri:). Berikut lima orang tokoh yang sukses tanpa ijazah itu :
Kesuksesan tidak bisa diukur dari selembar ijazah atau gelar sarjana.
Tekad kuat, kerja keras, dan ketekunan bisa merubah jalan nasib
seseorang. Tak terkecuali 5 tokoh yang populer di Indonesia ini, mereka
sekarang menjadi inspirasi sesuai bidangnya masing-masing.
1. Emha Ainun Najib
Muhammad Ainun Nadjib atau yang biasa di kenal Emha Ainun Nadjib, atau
lebih populer dipanggil Cak Nun. Ia menjadi tokoh budaya sekaligus
pemuka agama yang kharismatik. Jamaah Maiyah Kenduri Cinta yang
digagasnya sejak tahun 1990-an menjadi acara rutin sebagai forum
silaturahmi budaya dan kemanusiaan yang dikemas sangat terbuka,
nonpartisan, ringan dan dibalut dalam gelar kesenian lintas gender.
Berbagai
pemikirannya di bidang sosial dan keagamaan menjadikannya salah satu
tokoh intelektual dalam napas islami. Namun siapa sangka, anak keempat
dari 15 bersaudara ini drop out kuliah saat masih di Semester 1 Fakultas
Ekonomi Universitas Gajah Mada.
2. Adam Malik
Adam Malik Batubara (lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 22 Juli
1917 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 5 September 1984 pada umur 67
tahun) adalah tokoh politik dengan banyak jabatan. Pernah menjadi
Menteri Perdagangan, Menteri Luar Negeri, lalu Ketua DPR, hingga puncak
karinya sebagai Wakil Presiden Indonesia ke-3 dari tahun 1978-1983.
Adam
Malik adalah anak ketiga dari sepuluh bersaudara, lalu menempuh
pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche School Pematangsiantar. Ia
melanjutkan di Sekolah Agama Parabek di Bukittinggi, namun hanya satu
setengah tahun saja karena kemudian pulang kampung dan membantu orang
tua berdagang.
Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa
mendorong Adam Malik untuk pergi merantau ke Jakarta. Pada usia 20
tahun, ia bersama dengan Soemanang, Sipahutar, Armijn Pane, Abdul Hakim,
dan Pandu Kartawiguna memelopori berdirinya Kantor Berita Antara
3. Ajip Rosidi
Ajip Rosidi adalah sastrawan Indonesia, penulis, budayawan, dosen,
pendiri, dan redaktur beberapa penerbit, pendiri serta ketua Yayasan
Kebudayaan Rancage. Singkatnya, ia tokoh besar Indonesia di bidang
tulis-menulis.
Ajip Rosidi mulai menempuh pendidikan di Sekolah
Rakyat Jatiwangi (1950), lalu melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama
Negeri VIII Jakarta (1953) dan terakhir, Taman Madya, Taman Siswa
Jakarta (1956).
Saat di SMA tersebut, Ajip menolak ikut ujian
karena waktu itu beredar kabar bocornya soal-soal ujian. Dia
berkesimpulan bahwa banyak orang menggantungkan hidupnya kepada ijazah.
“Saya
tidak jadi ikut ujian, karena ingin membuktikan bisa hidup tanpa
ijazah”. Dan itu dibuktikan dengan terus menulis, membaca dan menabung
buku sampai ribuan jumlahnya.
Walhasil sampai pensiun sebagai
guru besar tamu di Jepang, Dia yang tidak punya ijazah SMA , pada usia
29 tahun diangkat sebagai dosen luar biasa Fakultas Sastra Universitas
Padjadjaran. Lalu jadi Direktur Penerbit Dunia Pustaka Jaya, Ketua Ikapi
Pusat, Ketua DKJ dan akhirnya pada usia 43 tahun menjadi profesor tamu
di Jepang sampai pensiun.
4. Andrie Wongso
Di antara motivator yang terkemuka dewasa ini, Andrie Wongso jadi satu
tokoh dengan pengalaman hidup yang penuh inspirasi. Anak ke-2 dari 3
bersaudara ini terlahir dari sebuah keluarga miskin di kota Malang.
Di
usia 11 tahun (kelas 6 SD), terpaksa harus berhenti bersekolah karena
sekolah mandarin tempat andrie kecil bersekolah ditutup. Masa kecil
hingga remajanya pun kemudian dilalui dengan membantu orang tuanya
membuat dan berkeliling berjualan kue ke toko-toko dan pasar.
Di usia 22 tahun, Andrie merantau ke Jakarta. Pekerjaan awalnya sebagai salesman produk sabun. Sempat juga menjadi pelayan toko.
Jalur
nasibnya berubah saat ia melamar sebagai bintang film dan diterima oleh
perusahaan Eterna Film Hongkong, dengan kontrak kerja selama 3 tahun.
Tahun 1980, untuk pertama kalinya Andrie ke luar negeri. Setelah
melewati 3 tahun merasakan suka dukanya bermain film di Taiwan, Andrie
tahu, dunia film bukanlah dunianya lalu dia memutuskan untuk kembali ke
Indonesia.
Menandai setiap peristiwa yang telah dilalui, Andrie
gemar menuangkannya dalam bentuk kata-kata mutiara di buku hariannya.
Saat salah seorang teman kos mencontek kata-kata yang dibuatnya, dari
situlah muncul ide membuat kartu ucapan kata-kata mutiara, dengan tujuan
selain untuk memotivasi diri sendiri, juga untuk membantu memotivasi
orang lain melalui kartu ucapan. Dibantu oleh sang kekasih Haryanti
Lenny (sekarang istri), dimulailah bisnis membuat kartu dengan merk
HARVEST, yang di kemudian hari, mengukuhkan Andrie sebagai raja kartu
ucapan.
Usahanya semakin berkembang sampai ia kemudian mendirikan
AW motivation training dan AW Publising, Multimedia serta membuka
beberapa outlet AW Success Shop yaitu toko pertama di Indonesia yang
khusus menjual produk-produk motivasi.
Kini ia sudah menjadi
motivator terkenal - mungkin no.1 di Indonesia. Namanya pun jadi
bertambah panjang dengan dua gelar yang disandangnya, Andrie Wongso,
SDTT, TBS.
Asal tahu saja, SDTT artinya Sekolah Dasar Tidak Tamat, dan TBS adalah Tapi Bisa Sukses
5. Bob Sadino
Kita boleh memandangnya sekarang sebagai konglomerat, pengusaha sukses
yang kaya raya. Namun lika-liku hidupnya bisa memotivasi kita, bahwa apa
pun yang terjadi, kesalahan apa pun yang kita perbuat, bila kita sadar
dan mau berjuang dari titik nadir, Insya Allah bisa menggapai impian.
Bob
Sadino lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah
anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob
yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan
keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup
mapan.
Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk
berkeliling dunia dan tidak melanjutkan kuliah. Dalam perjalanannya itu,
ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana,
ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg,
Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan
hidupnya, Soelami Soejoed.
Pada tahun 1967, Bob dan keluarga
kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun
1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang,
Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa
lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari
pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.
Pekerjaan
pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah
menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi
sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang
mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk
memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya
ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan
hidup yang dialaminya.
Suatu hari, seorang teman menyarankan Bob
memelihara dan berbisnis telur ayam negeri untuk melawan depresinya. Bob
tertarik dan mulai mengembangkan usaha peternakan ayam. Ketika itu, di
Indonesia, ayam kampung masih mendominasi pasar. Bob-lah yang pertama
kali memperkenalkan ayam negeri beserta telurnya ke Indonesia. Bob
menjual telur-telurnya dari pintu ke pintu.
Saat itu hanya
orang-orang tertentu dan golongan ekspatriat yang membeli produknya,
namun seraya telur ayam negeri mulai dikenal, bisnis Bob pun berkembang
hingga sukses.
Sumber : Apa Kabar Dunia