Wednesday, April 24, 2019

Analisis Kisah Nabi Yusuf

Thank You. I read and take this article from.

Journal of Arabic Studies, 1 (2), 2016, 75-89
ANALISIS KISAH NABI YUSUF DALAM AL-QURAN MELALUI
PENDEKATAN INTERDISIPLINER PSIKOLOGI SASTRA
by Hanik Mahliatussikah/Universitas Negeri Malang.


This story was begun with the dream of Yusuf, sunk into the well, sold to Egyptian merchant, flirted by the wife of his merchant, found by his family, and the lessons of his story.

Nabi Yusuf seorang yang berbakti kepada Allah dan ayahnya, menyayangi saudaranya, dan selalu menjaga diri dari perbuatan mungkar, serta selalu menolong orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Ia mendapatkan pahala berupa kedudukan mulia dalam pemerintahan di Mesir. Perbuatan baik dibalas dengan kebaikan yang berlipat, sedangkan perbuatan jahat dibalas dengan semisalnya.

Dalam Islam juga dikenal 3 tingkatan nafsu, yaitu :
(1.)an-nafs al-ammârah - nafsu yang selalu mendorong pemiliknya kepada perbuatan yang buruk.
(2.)an-nafs al-lawwâmah - nafsu yang selalu mengecam pemiliknya setiap kali berbuat kesalahan, sehingga timbul penyesalan dan berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan.
(3.) an-nafs al-muthma`innah - adalah jiwa yang tenang karena selalu mengingat Allah dan jauh dari segala pelanggaran dan dosa.


Superego merupakan sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif. Fungsi utama superego adalah :
(a) pengendali dorongan-dorongan naluri id agar disalurkan dalambentuk yang bisa diterima di masyarakat,
(b) mengarahkan ego pada tujuantujuan yang sesuai dengan moral dibanding dengan kenyataan,
(c) mendorong individu kepada kesempurnaan (Koswara, 1991: 34-35).
Id, ego, dan superego itu hendaknya berjalan seimbang. Jika tidak, akan menimbulkan neurosis dalam diri manusia.

Kisah Nabi Yusuf terdiri atas 10 episode, yaitu :
(1.)mimpi Nabi Yusuf,
(2.)Nabi Yusuf disingkirkan saudaranya,
(3.)Nabi Yusuf dijual kepada orang Mesir,
(4.)rayuan istri orang kepada Nabi Yusuf,
(5.)jamuan makan,
(6.)dalam penjara,
(7.)mimpi raja
(8.)kebebasan Nabi Yusuf,
(9.)Nabi Yusuf menjadi pejabat pemerintah,
(10.)pertemuan dengan keluarga, dan i’tibar dari kisah Nabi Yusuf.

Umumnya, seorang anak kecil yang diletakkan dalam sumur dalam keadaan tak berbaju lalu ditinggalkan saudaranya, pastilah ada rasa takut, cemas, khawatir yang dikejawantahkan melalui tangisan dan jeritan. Tetapi Nabi Yusuf tidak demikian. Ia terhibur dengan makna mimpi yang diceritakan sang ayah. Apalagi, ia mendapat wahyu ketika berada di sumur itu bahwa ia tidak perlu khawatir dan pasti Allah akan menyelamatkannya. Suatu ketika, ia akan menceritakan perbuatan ini kepada mereka (QS.12: 15). Jiwa yang pasrah dan tawakkal serta keimanan yang penuh kepada Dzat tertinggi Yang Maha menolong mengakibatkan jiwa Nabi Yusuf menjadi tenang.

Berdasarkan teori psikologi perkembangan, dinyatakan bahwa anak usia 8 -10 tahun berada dalam tahapan katarsis emosional. Ia mampu memanfaatkan emosi, mengontrol emosi, mengendalikan emosi dalam rangka pencarian identitas diri. Pencarian jati diri itu dimulai dengan sikap menyembunyikan emosi, meninggalkan emosi, dan penyesuaian emosi dengan situasi. Emosi pada masa ini sudah mencapai taraf keseimbangan (Baraja, 2008: 144-146). Pada usia 10-13 tahun anak berada dalam tahapan motivasional, yakni seorang anak memiliki harapan untuk dapat mencapai sesuatu yang diinginkan. Pada masa ini anak akan melanjutkan pencarian jati diri melalui penggunaan kemampuan kognitif, afektif, dan kemampuan fisik (Baraja, 2008: 148-151). Jika Nabi Yusuf pada waktu dimasukkan ke dalam sumur berada dalam usia sebagaimana tersebut, berarti emosi Nabi Yusuf ketika menghadapi perilaku para saudaranya secara psikologis sudah bisa dikendalikan dan tertata.

Sikap membohongi orang tua dengan sedih dan menangis yang dilakukan oleh para saudara Nabi Yusuf menunjukkan bahwa kebohongannya tidak ingin diketahui sang ayah. Karena itu, mereka berusaha menutupi dengan membawa bukti baju Nabi Yusuf yang berlumuran darah. Jiwa Nabi Ya’kub yang berduka itu kemudian terobati dengan sikap bersabar dan berserah diri kepada Allah (QS.12: 18).

Tujuan kesabaran itu adalah untuk menjaga keseimbangan emosi agar hidup tetap stabil. Sabar bukan berarti tidak bertindak, tetapi ia ibarat benteng pada saat menghadapi musuh yang kuat. Dari dalam benteng, seseorang mempersiapkan diri kemudian terjun menghalau musuh sekuat kemampuan (Qurays Shihab, 2002: 400).

Dalam teori psikologi, kekuasaan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan (needs) adalah keadaan yang menimbulkan motivasi. Maslow membagi kebutuhan menjadi lima tingkat :
(1) kebutuhan biologis,
(2) kebutuhan rasa aman, terhindar dari kecemasan dan ketakutan,
(3) kebutuhan sosial (mencintai dan dicintai),
(4) kebutuhan-kebutuhan harga diri, dan
(5) kebutuhan aktualisasi diri.

Adapun McCleland berpendapat bahwa setiap orang memiliki tiga jenis kebutuhan dasar :
(1) kebutuhan akan kekuasaan, yaitu keinginan untuk mempengaruhi orang lain,
(2) kebutuhan untuk berafiliasi, yaitu kebutuhan untuk memiliki teman, menjalin persahabatan,
(3) kebutuhan berprestasi, yaitu kebutuhan untuk berhasil dalam tugastugas, nilai akademik yang baik.

Nabi Yusuf dipertemukan dengan keluarganya (Qs.12:58-61). Para saudara Nabi Yusuf yang datang padanya untuk mengambil jatah bahan makanan yang dibagikan kepada penduduk Mesir dan sekitarnya. Rasa rindu Yusuf kepada Benyamin dan ayahnya yang telah terpendam lama, mendapatkan kesempatan untuk bertemu. Pertemuan dengan saudara ini dalam teori kebutuhan termasuk kebutuhan sosial.

Kisah Nabi Yusuf memberikan pelajaran bagaimana seseorang yang harus tetap teguh pada keimanan dan prinsip-prinsip Islam meskipun menghadapi berbagai ujian dan cobaan hidup yang silih berganti. Kesabaran dan tidak putus asa serta bertawakkal akan membuahkan kesuksesan.

Kejujuran akan membawa manusia pada derajat yang tinggi. Rasa takut kepada Allah dan selalu merasa dalam pengawasan Allah telah membuat manusia terhindar dari perbuatan keji. Allah akan selalu menolong hambanya yang selalu berdoa, baik di kala sempit maupun di kala lapang.

Melalui kisah ini, terdapat pelajaran bagi umat manusia untuk selalu menuntut ilmu dan berbuat baik dan menebarkan kebaikan serta menjadi pemaaf bagi para pendengki.

Ia menjaga kehormatannya dan rela berkorban demi menegakkan kebenaran. Akibat sikapnya itu dan disertai dengan ketinggian ilmu, ia mendapatkan kedudukan yang mulia di sisi Allah dan masyarakatnya.

“Dan raja berkata: ‘Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapat kepadaku.’ Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengannya, dia berkata: ‘Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi orang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada sisi kami.’ (QS. 12:54) Berkata Yusuf. ‘Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan.’ (QS. 12:55)” (Yusuf: 54-55)














No comments:

Post a Comment