Segala sesuatu yang ada di dunia ini tidak ada yang
abadi, akan selalu ada yang namanya pergantian dan silih berganti, apakah itu
pergantian dari siang ke malam, dari hujan ke panas, dari muda menjadi tua
hingga dari mahasiswa baru menjadi mahasiswa akhir. Setiap tahunnya bagi
universitas universitas besar yang selalu kebanjiran mahasiswa baru pastinya juga
akan kebanjiran untuk mewisudakan mahasiswa lamanya yang akan menjadi sosok
wisudawan atau wisudawati dan menyandang gelar sarjana dan biasanya dilakukan
dalam rentang waktu yang berbeda beda. Sebuah gelar yang tentunya sangat diidam
idamkan dan menjadi impian bagi sekelompok orang yang menyandang status sebagai
mahasiswa. Secara sosial gelar ini membawa ke dalam sebuah prestasi dan kepuasan
tersendiri, karena memang untuk mendapatkan gelar seperti ini butuh perjuangan
yang tidak hanya sekedar namun ekstra agar bisa tercapai.
Ekstra, karena rata rata dari universitas yang ada di kota Padang bahkan di
seluruh Indonesia, salah satu prasayarat
untuk menyandang gelar sarjana dan lulus adalah harus menghasilkan sebuah karya
ilmiah yang sering disebut skripsi atau tugas akhir. Sementara untuk membuat
yang namanya tugas akhir tidaklah seperti copi paste dari blog atau hanya
menyalin referensi ilmiah yang sudah ada, namun benar benar membuat sebuah
karya berdasarkan metode metode ilmiah serta menerapkan konsep konsep hingga
melakukan penelitian.
Masa empat tahun menyandang status sebagai
mahasiswa, merupakan masa masa tahun akhir di mana pada masa ini mahasiswa akan disibukkan
oleh yang namanya tugas akhir, namun tak jarang juga sudah ada yang memulai
untuk menyusun di semester 6, ada yang memulai di semester 7, bahkan ada juga
yang baru mulai di semester 9 atau 10, rentang waktu yang memang berbeda dan
hanya bisa dilakukan oleh orang yang memang memilih mana yang dijadikan sebagai
prioritasnya.
Banyak
di antara mahasiswa tahun akhir dalam proses bimbingan yang terkadang berhenti di tengah jalan. Idealnya sebuah skripsi itu
bisa selesai dalam waktu tiga bulan jika intens pengerjaan dan bimbingannya,
namun ternyata ada yang melebihi batas waktu tiga bulan bahkan ada yang
mencapai satu tahun dalam pengerjaannya. Sungguh benar benar merupakan
perjuangan yang menuntut banyak energi ekstra untuk melakukannya. Dimulai dari
menunggu dosen pembimbing untuk bimbingan, bahkan ketika sudah membuat janji
pun ternyata menunggu selama 2 minggu bahkan satu bulan karena kesibukan yang
luar biasa yang dimiliki oleh dosen yang bersangkutan. Sebuah konsekuensi yang
memang harus dijalani oleh mahasiswa jika mendapatkan dosen yang demikian, maka
tak heran banyak yang menumpahkan air mata, pun ketika setelah keluar dari
ruangan konsultasi bersama dosen pembimbing langsung merasakan lemas badan,
wajah, tangan dan kaki seakan akan mendapatkan sentruman listrik yang
tegangannya luar biasa yang efeknya bisa melemaskan saraf di seluruh badan,
bahkan untuk jalanpun sempoyongan.
Ada
lagi tipe mahasiswa yang biasa biasa saja, yang sebelum dan sesudah masuk dari ruangan
konsultasi mengeskpresikan kedataran wajah alias bingung, karena si mahasiswa
segan pada si dosen untuk bertanya dan sudah ciut nyali duluan jika terlalu
banyak bertanya nanti kena semprot.
Ada
lagi tipe mahasiswa bimbingan yang setelah keluar dari ruangan konsultasi
bersama dosen pembimbing merasakan kepuasan tersendiri setelah berdiskusi
dengan dosen pembimbing karena merasa kebingungannya dalam menulis terobati
ketika curhat dengan si dosen.
Yah
begitulah lika liku dan karakter perjalanan yang ditempuh dan memang harus
dilewati oleh mahasiswa yang ingin menuntaskan perjalanan akhirnya sebagai
seorang mahasiswa. Bahkan dalam
membuat tugas akhir ini tak jarang dari mahasiswa yang belum selesai perang
sudah gugur di tengah jalan, mudah mudahhan kita tidak menjadi bagian yang gugur
sebelum semuanya selesai, amin.
Sebuah kata bijak yang bisa dikaitkan di sini adalah
berlelah lelahlah, manisnya hidup akan
terasa setelah berjuang. Jadi anggaplah semua proses bimbingan yang dimulai
dari awal mulai dari ditolaknya judul bahkan harus diganti dua puluh kalipun,
kemudian dirombak dari pendahuluan hingga sistematika penelitian, serta harus
menghadapai wejangan sakti dari dosen, maka “It’s OK”, itu adalah sebuah
perjuangan untuk meraih manisnya status diri sebagai mahasiswa, mau kena
pembentukan karakter diri oleh dosen sekalipun, mau hasil pemikiran karya kita
ditolak, dan lain lainnya yang terpenting dari semua itu adalah kita
mendapatkan arahan dan masukan terbaik dari dosen paling baik karena mau
mencurahkan waktunya untuk perbaikan skripsi kita.
Selain itu kembali mengintropeksi diri sendiri
apakah diri kita sudah sungguh sungguh dalam pengerjannya karena Albert Einsten yang pintar sekalipun dalam percobaannya untuk membuat lampu pada percobaan ke seratus baru ia mendapatkan pengakuan atas karya yang dia
ciptakan, dan dia tidak pernah menyerah dan terus berusaha untuk menciptakan
dan memperbaiki karya karyanya. Begitu juga dengan diri kita yang sedang
disibukkan dalam proses pembuatan skripsi. Tidak ada manusia yang bodoh di
dunia ini, yang ada hanya manusia yang malas berusaha, asalkan berusaha dan
bisa mendisiplinkan diri untuk belajar teratur serta menambah kahasanah
pengetahuan yang mendukung ke sana, maka insyallah bisa. Seorang sahabat pernah
berkata otak manusia itu lebih canggih
dibanding komputer. Jadi jangan mau kalah dengan komputer yang diciptakan
oleh manusia, selama ini mungkin kita menggantungkan diri pada komputer tapi
ternyata komputerlah yang bergantung pada manusia karena manusialah yang
menciptakan komputer karena kecanggihan otak manusia itu tadi. Semakin diasah,
dia semakin tajam dan canggih, semakin diajak untuk berfikir dan membaca maka
ia semakin dirangsang untuk lebih menemukan ide ide baru. Semoga dengan tulisan
sederhana ini bisa mengobati kegalauan versi mahasiswa tahun akhir ^_^. Manjaddawajada.
No comments:
Post a Comment